Oleh : K.H. Abdullah Gymnastiar
Bismillahirrahmaanirrahiim
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka barokah dari langit dan bumi, tapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.
(Q.S. Al-A'raaf : 96)
(Q.S. Al-A'raaf : 96)
Mengapa uang yang
banyak, rumah yang besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang
luas tidak mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan
kebahagiaan atau ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka.
Apa sebabnya? sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu
tidak barokah.
Kita tidak boleh
cukup senang memiliki sesuatu. Tetapi yang harus lebih kita senangi adalah
keberkahan atas segala sesuatu itu.Jadi bukan takut tidak memiliki sesuatu
tetapi harus lebih takut sesuatu yang sudah dimiliki tidak membawa
berkah.
Kita lihat,
misalnya suatu rumah yangga yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya harus
dicurigai jangan-jangan prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi dunia
rumah tangga tidak cocok dengan yang disyariatkan Allah.
Maka, kita harus
sangat takut dengan hidup yang tidak berkah, yaitu yang tidak bermanfat bagi
dunia juga tidak bermanfaat bagi akhirat. Mulailah berhati-hati dengan uang.
Bagaimana supaya uang menjadi berkah? Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa
enak digunakan untuk minum kalau terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan.
jangan sekali-kali kita mencoba untuk tidak jujur. untuk apa? Jujur atau tidak
jujur tetap Allah yang memberi. Rizki penjahat datang dari Allah, rizki orang
jujur juga datang dari Allah. Bedanya, rizki yang diberikan kepada penjahat tadi
haram, tidak berkah, sedangkah yang diberikan kepada orang jujur adalah rizki
yang berkah. Sebab sebenarnya meskipun penjahat, kalau Allah tidak memberi,
tidak pernah dia dapatkan hasilnya. Banyak pencuri yang gagal, koruptor yang
gagal. Semua itu karena kehendak Allah.
Sesudah kita jujur,
hati-hati pula jangan sampai ada hal-hak orang lain yang terampas atau belum
tertunaikan, apalagi hak ummat. Na'udzubillahi min dzalik.
Alkisah, Umar bin
Abdul Aziz -semoga Allah meridhainya-, ketika beliau sedang mengerjakan tugas
negara malam hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. KEmudian
beliau membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu
bertanya, "Kenapa lampu engkau matikan , ya Abi?" lalu beliau menjawab, "Karena
minyak pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakanurusan keluarga
dengan menggunakan asilitas negara", begitulah Umar, sangat hati-hatinya karena
mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah swt.
Dari cerita yang
dikisahkan di atas mengandung berbagai hikmah yang dapat kita
teladani.
Menggunakan jabatan
dan wewenang yang sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampigkan
kepentingan dan kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah.
Harta kekayaan yang
melimpah yang kita kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang
bersih yang tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi hak
ummat.
Wallahu a'lam
bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar